Sabtu, 22 November 2008

Kehilangan

Pernahkah kamu kehilangan sesuatu? Saya pernah. Suatu hari ponsel dan nomor kesayangan yang sudah 3 tahun setia menemani raib. Entah jatuh lalu dipungut orang, atau mungkin juga ada yang nekat mencopetnya. Nekat soalnya ponsel saya bukan keluaran mutakhir. Yang membuat saya berduka bukan hanya hilangnya ponsel, tapi juga nomor-nomor telepon semua kawan, relasi dan juga kegiatan beberapa bulan yang sudah teragendakan amblas sudah. Rasanya seperti kehilangan identitas.

Kata orang, kita baru menghargai sesuatu setelah ia menghilang. Itulah yang saya rasakan. Sesuatu yang kita anggap biasa karena sehari-hari menemani kita, justru meninggalkan duka begitu ia ‘pergi’. Persis seperti lagu Semua Tak Sama yang didendangkan grup musik Padi. Isinya tentang perasaan kehilangan seseorang.

Baru terasa cahaya hati
Mengingat apa
Yang telah kau berikan

Kehilangan bisa menjadi luka yang menganga lebar. Dalam novel macam Sam Pek Eng Tay, Romeo & Juliet, atau Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, duka yang mendalam akibat ditinggal pergi sang pujaan hati bahkan mengantarkan seseorang pada kematian.

Bersedih adalah manusiawi, tapi larut dalam kesedihan takkan berarti. Kenangan indah adalah masa lalu sedangkan kita sekarang berada di hari ini dan akan melangkah ke depan. Dengan ataupun tanpa mereka yang telah pergi, waktu akan terus berjalan. Meratapinya hanya akan membuat kita semakin ketinggalan oleh jaman.

Agar kesedihan tak berlarut ada baiknya hadirkan keyakinan-keyakinan seperti di bawah ini:

  • Kehilangan adalah ujian
    Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,”(TQS 2:155) Artinya, setiap orang yang hidup pasti pernah, sedang dan akan merasakan berbagai ujian-ujian tersebut. Kita tidak sendirian menghadapi ujian dari Allah, semua orang di dunia juga mengalaminya. Untuk apa? Agar Allah bisa melihat kekuatan keimanan seseorang. Sama sekali bukan bad luck, nasib sial, atau Allah membenci kita.
  • Kita pasti bisa menghadapinya
    Allah tidak membebani seseorang melainkan sekedar kemampuannya“(2:286). Allah Mahaadil, Ia nggak akan pernah memberikan ujian melewati batas kemampuan dan seseorang. Saat kita kehilangan sesuatu, maka yakinkan diri bahwa kita akan baik-baik saja karena kita mampu menghadapinya.
  • Ada yang lebih berat, ada yang lebih kuat
    Seorang guru saya pernah bercerita kalau ia pernah merasakan begitu sedih ketika anaknya sakit. Berbulan-bulan putrinya tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Namun perasaannya berubah sewaktu seorang perawat anaknya bercerita kalau anaknya juga pernah mengalami musibah; koma selama setahun!

Hmm, jangan pernah berpikir musibah yang menimpa kita adalah yang terbesar. Masih banyak orang yang mengalami kehilangan yang lebih besar lagi dibandingkan kita. Kalau kamu kehilangan uang 100 ribu, ada orang di dunia ini yang kehilangan uang jutaan rupiah, malah ada yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dan banyak dari mereka yang lebih tabah menerima musibah itu.

Sobat Muda, tetap tegakkanlah kepala, duduk yang berwibawa, seperih apapun duka yang tersisa akibat kehilangan ia adalah penguji dan penguat iman kita. Semoga balasan yang lebih baik segera menjemput kita semua. Amin [januar]

Jumat, 21 November 2008

Menjadi Yang Paling Dicintai

Oleh: Muhammad Nuh

dakwatuna.com - ”Bukan daging-daging unta dan darahnya itu yang dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (Al-Hajj: 37)

Maha Agung Allah yang Menciptakan kehidupan dengan segala kelengkapannya. Ada kelengkapan pokok, ada juga yang cuma hiasan. Sayangnya, tak sedikit manusia yang terkungkung pada jeratan kelengkapan aksesoris.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling kaya

Logika sederhana manusia kerap mengatakan kalau memberi berarti terkurangi. Seseorang yang sebelumnya punya lima mangga misalnya, akan berkurang jika ia memberikan dua mangga ke orang lain. Logika inilah yang akhirnya menghalangi orang untuk berkurban.

Jika bukan karena iman yang dalam, logika ini akan terus bercokol dalam hati. Ia akan terus menenggelamkan manusia dalam kehidupan yang sempit, hingga ajal menjemput. Sulit menerjemahkan sebuah pemberian sebagai keuntungan. Sebaliknya, pemberian dan pengorbanan adalah sama dengan pengurangan.

Rasulullah saw. mengajarkan logika yang berbeda. Beliau saw. mengikis sifat-sifat kemanusiaan yang cinta kebendaan menjadi sifat mulia yang cinta pahala. Semakin banyak memberi, orang akan semakin kaya. Karena kaya bukan pada jumlah harta, tapi pada ketinggian mutu jiwa.

Rasulullah saw. mengatakan, “Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda. Tetapi, kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati).” (HR. Abu Ya’la)

Berkurbanlah, Anda akan menjadi orang sukses

Sukses dalam hidup adalah impian tiap orang. Tak seorang pun yang ingin hidup susah: rezeki menjadi sempit, kesehatan menjadi langka, dan ketenangan cuma dalam angan-angan. Hidup seperti siksaan yang tak kunjung usai. Semua langkah seperti selalu menuju kegagalan. Buntu.

Namun, tak sedikit yang cuma berputar-putar pada jalan yang salah. Padahal, rumus jalan bahagia sangat sederhana. Di antaranya, kikis segala sifat kikir, Anda akan menemukan jalan hidup yang serba mudah.

Allah swt. berfirman, “Ada pun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan ada pun yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Al-Lail: 5-10)

Kalau jalan hidup menjadi begitu mudah, semua halangan akan terasa ringan. Inilah pertanda kesuksesan hidup seseorang. Semua yang dicita-citakan menjadi kenyataan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang sukses.” (Al-Hasyr: 9)

Berkurbanlah, Anda akan sangat dekat dengan Yang Maha Sayang

Sebenarnya, Allah sangat dekat dengan hamba-hambaNya melebihi dekatnya sang hamba dengan urat lehernya. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” (Qaaf: 16)

Namun, ketika ada hijab atau dinding, yang dekat menjadi terasa sangat jauh. Karena hijab, sesuatu menjadi tak terlihat, tak terdengar, bahkan tak terasa sama sekali. Dan salah satu hijab yang kerap menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Penciptanya adalah kecintaan pada harta.

Islam tidak mengajarkan umatnya untuk tidak berharta. Atau, menjadi miskin dulu agar bisa dekat dengan Allah swt. Tentu bukan itu. Tapi, bagaimana meletakkan harta atau fasilitas hidup lain cuma di tangan saja. Bukan tertanam dalam hati. Dengan kata lain, harta cuma sebagai sarana. Bukan tujuan.

Karena itu, perlu pembiasaan-pembiasaan agar jiwa tetap terdidik. Dan salah satu pembiasaan itu adalah dengan melakukan kurban. Karena dari segi bahasa saja, kurban berasal dari kata qoroba-yaqrobu-qurbanan artinya pendekatan. Berkurban adalah upaya seorang hamba Allah untuk mengikis hijab-hijab yang menghalangi kedekatannya dengan Yang Maha Sayang.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling dicintai

Setiap cinta butuh pengorbanan. Kalau ada orang yang ingin dicintai orang lain tanpa memberikan pengorbanan, sebenarnya ia sedang memperlihatkan cinta palsu. Cinta ini tidak pernah abadi. Cuma bergantung pada sebuah kepentingan sementara.

Allah swt. Maha Tahu atas isi hati hamba-hambaNya. Mana yang benar-benar mencintai, dan mana yang cuma main-main. Dan salah satu bentuk keseriusan seorang hamba Allah dalam mencari cinta Yang Maha Pencinta adalah dengan melakukan pengorbanan. Bisa berkorban dengan tenaga, pikiran, dan harta di jalan Allah. Dan sebenarnya, pengorbanan itu bukan untuk kepentingan Allah. Allah Maha Kaya. Justru, pengorbanan akan menjadi energi baru bagi si pelaku itu sendiri.

Kamis, 20 November 2008

QS : Al-Anfaal: 14-18

14. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), Maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka.

15. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).

16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya.

17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

18. Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan Sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir.